Sedang melihat-lihat arsip tulisan lama di Tumblr, mata saya tertuju pada sebuah gambar yang di posting dua tahun silam. Mungkin banyak juga diantara teman-teman yang pernah baca kutipan dari Pidi Baiq ini.
Gimana coba mau bayangin nikah, kalau masak aja belum bisa? Perempuan mana yang gaa kepikiran, masa mau masak mie atau beli makanan mulu di luar?.
Padahal saya punya semacam impian bahwa harus bisa masak sebelum nikah, supaya kalau nanti nikah, suami dan (anak-anak) nantinya selalu kangen untuk makan di rumah, mulia banget kan cita-citanya.
Lantas, apakah setelah membaca kutipan itu dua tahun lalu, saya jadi optimis untuk belajar masak? Oh, tentu tidaakk. Setelah bekerja di Jakarta dan kembali ngekos, saya bukannya tambah rajin masak, malah lebih sering beli makanan di luar, alasannya merasa lebih praktis karena makan di kostan cuma malam hari, kalau harus masak setiap hari dan cuci piring, kok rasanya males banget gitu.
Namun, seiring berjalannya waktu, maka saya perlahan mulai belajar masak lebih serius. Kalau dulu cuma bisa goreng, tumis, atau rebus makanan yang itu-itu aja, sekarang udah mulai punya banyak inspirasi variasi resep.
Jadi, dalam dua bulan terakhir ini, demi menghemat pengeluaran bulanan, saya dan suami masak makan malam sendiri *yeayy*, kenapa cuma makan malam, karena kami berdua sama-sama kerja, makan siang udah pasti di tempat kerja, dan kalau untuk sarapan kadang saya belum sanggup bangun pagi banget untuk masak, hehe. Eh tapi beneran bisa lebih hemat lho, untuk pengeluaran groceries biasanya kami belanja di akhir pekan untuk persediaan selama seminggu, paling banyak habisnya 250ribu – 300ribu, dibandingkan makan di luar yang mungkin bisa habis 200ribu sekali makan.
Balik lagi ke kutipan tadi, apakah sebelum menikah harus udah bisa masak? Menurut saya sih selama masih ada babang gofood yang setia membelikan makanan atau bisa bayar tukang masak di rumah, yaa ternyata gaa masalah juga kalau memang belum bisa masak #eh. Balik lagi aja ke pilihan dan kebutuhan masing-masing.
Saya sendiri mulai semangat nyoba banyak resep setelah menikah, semacam ada rasa tanggung jawab dan menjadi kebahagiaan tersendiri karena bisa masak untuk keluarga. Kalau dari rasa masakan, yaa standarlah untuk ukuran masakan rumahan, tapi lebih sering komentar enak sih, soalnya kalau bilang gaa enak, nanti saya suruh dia masak sendiri, secara doi emang lebih jago masak duluan dibandingkan saya, haha.
Lagipula dengan banyaknya resep yang bertebaran di internet, bahkan ada aplikasi masak juga, sebenarnya gaa ada alasan untuk gaa bisa masak, yaa ga sih?. Saya percaya pada dasarnya setiap orang bisa masak, tinggal niatnya aja, yang pasti jangan merasa terpaksa harus masak. Kalau memang lagi males banget masak, saya bilang ke suami dan kami tinggal makan di luar atau delivery.
Iya semudah itu, hidup ini sudah terlalu rumit hanya untuk dipersulit terkait masak-memasak, dan karena kan kita mau membangun rumah tangga, bukan rumah makan.
Hehe.
Be First to Post Comment !
Post a Comment