Pernah gaa merasa bahwa di Instagram ini semua terasa begitu sempurna?, kayaknya gaa ada hidup orang yang jelek, semua hal yang ditampilkan bagus-bagus.
Terus sayup-sayup terdengar suara… karena yang jelek-jeleknya di simpen, gaa di upload ke IG, hehe.
Apakah Instagram ini semacam menjadi candu? di satu sisi tidak ingin selalu melihat betapa enaknya kehidupan orang lain, namun di satu sisi masih ingin mengetahui kabar teman-teman lewat update foto atau instastory-nya. Dilema.
Tak jarang ada masa-masa dimana saya merasa lelah scrolling feed Instagram, ini yang ditampilkan palsu gaa sih, lelah melihat foto-foto liburan si A di luar negeri, melihat foto hasil masakan yang ditata sedemikian rupa ala flatlay supaya cantik, instastorynya si X yang sedang mengabadikan kelucuan anaknya, ootd selebgram yang kayaknya semua pakaian bagus kalau dipake sama dia, sampai terkadang tak sengaja membaca komentar-komentar pedas warganet yang melebihi pedesnya bon cabe. Lelah, hhh...
Media sosial yang harusnya jadi tempat melepas penat, kadang jadi sesuatu yang berkebalikan, yang justru menimbulkan perasaan negatif, kalau kita gaa pinter mengelolanya. Di beberapa artikel yang saya baca, Instagram dinobatkan menjadi worst social media, jika dibandingkan dengan Facebook, Youtube, Snapchat ataupun Twitter. Kecemasan, bullying, FOMO (Fear Of Missing Out), berujung pada depresi yang dirasakan oleh pengguna Instagram mungkin menjadi pemicunya.
Saya sadar diri, kadang ada muncul perasaan iri kalau melihat foto Instagram orang lain, saya dulu sampai beli alas foto demi ingin menghasilkan foto yang estetik juga, tapi terus sekarang berpikir, emang saya ingin menyenangkan hati siapa sih? Apakah untuk kebahagiaan saya sendiri atau untuk membuat orang lain terkesan?.
Kadang saya juga cemas, khawatir tidak dapat melakukan sesuatu seperti yang orang lain lakukan, perasaan membandingkan dengan orang lain itu tetap ada, tanpa disadari. Bukan karena gaa bersyukur, bukan, karena yaa memang tanpa sadar perasaan itu muncul gitu aja. Merasa tidak ada yang bisa dibanggakan atau ditampilkan di media sosial, merasa terkucilkan, merasa bahwa orang lain mempunyai sesuatu yang lebih baik.
Kalau dibilang, sebenarnya yaa tinggal gimana seseorang memanfaatkan suatu media sosial, mau dibuat jadi pengaruh baik ataupun buruk. Masalahnya, kita gaa bisa kontrol media sosial orang lain.
Dan karena tidak bisa mengontrol orang lain, maka saya sendiri perlahan mulai mengurangi penggunaan media sosial Instagram ini, entahlah, mungkin demi ketenangan batin, mungkin juga sudah terlalu muak dengan berbagai kotak-kotak foto -yang dibuat seolah indah- dalam Instagram.
Sedang berpikir juga untuk pamit dari dunia Instagram, should I?
"Ketentramanmu sering terusik saat melihat postingan orang lain di dunia maya? Berarti, sudah waktunya kamu meninggalkannya" (Kurniawan Gunadi)
picture credit
Sama seperti yang saya rasakan. Salam kenal mba :)
ReplyDeletehaii, terimakasih sudah mampir, salam kenal juga :)
ReplyDelete