learn . love . laugh

Kompromi dalam Pernikahan

| on
October 05, 2017




Sebenarnya sudah agak bosan kali yaa kalau bahas pernikahan terus, tapi gimana dong, topik yang satu ini selalu menarik untuk diperbincangkan dan kebetulan ada sedikit uneg-uneg yang sudah lama bersemayam di pikiran, sayang kan kalau gaa dijadikan tulisan di blog, uhuk.


Ingin bilang bahwa perjalanan nikah yang sesungguhnya dimulai setelah ijab diucapkan dan setelah seluruh kemewahan resepsi hanya menjadi kenangan foto belaka (jangan sedih, foto dan video prosesi pernikahan itu biasanya cuma diliat satu dua kali, abis itu udah, teronggok di sudut rak buku...).

Setelah menikah, percayalah buanyaakkkk banget hal-hal baru yang dipelajari, memahami pasangan dan khususnya juga memahami diri sendiri. Meskipun udah kenal atau pacaran bertahun-tahun, atau baru saling mengenal setelah menikah, pasti ada aja hal baru yang ditemui.

Lambat laun, saya mempelajari bahwa sebuah pernikahan adalah tentang kompromi satu sama lain.

Apapun itu.

Sekali lagi. Apapun itu.

Bagaimanapun, setiap pasangan harus mampu berkomunikasi satu sama lain, mulai dari visi atau rencana masa depan, jumlah anak, pendidikan anak, finansial keluarga, masa pensiun, bahkan hal-hal kecil seperti pembagian tugas rumah tangga.

Mengapa harus dikomunikasikan?

Karena perjalanan pernikahan ini seumur hidup, kebayang kalau gaa bisa menjalin komunikasi yang baik, bisa-bisa dikit-dikit berantem, kan yang menjalani kehidupan rumah tangga tersebut yaa pasangan. Suami dan istri. Bukan mertua, bukan tetangga, bukan teman-teman di lingkungannya.

Komunikasi yang baik ini penting, karena walaupun sudah menikah, masing-masing pasangan adalah tetap satu individu yang utuh, berhak menyuarakan pikiran masing-masing. Jangan sampai ada satu pasangan yang merasa terintimidasi atau diperlakukan tidak adil.

Sebisa mungkin, seluruh masalah hanya dikomunikasikan antar pasangan, bukan apa-apa, biasanya kalau lebih banyak orang yang ikut campur, masalah justru terasa semakin runyam, karena belum tentu saran dari orang lain cocok diaplikasikan ke keluarga, kecuali kalau memang butuh sudut pandang dari orang ketiga.  

Selain kompromi satu sama lain, setelah menikah, tingkat kesabaran itu harus super duper ekstra. Sabar aja kalau ada kelakuan yang bikin geleng-geleng, kan dari awal sudah harus menerima apa adanya, hihi. Ini masih jadi peer sih, soalnya yang punya stok sabar lebih banyak itu Dika, kalau saya masih suka sensi dan dramak-dramak (tidak) lucu gitu.

Yang pasti, let me tell you, pernikahan tidak selalu indah seperti feed instagram artis atau selebgram yang selalu tampak bahagia dan sempurna.

Oleh karena itu, diingetin lagi, pikirin baik-baik sebelum tergiur mau nikah muda, karena pernikahan bukanlah solusi dari segala masalah.

Nikah bukan sekadar main rumah-rumahan, setelah biaya resepsi pernikahan yang tidak murah itu, masih ada biaya rumah tangga, cicilan, tagihan, dan daftar pengeluaran lainnya 😉.





picture credit

Be First to Post Comment !
Post a Comment